PERKEMBANGAN BERBAGAI BENTUK SASTRA INDONESIA
A.Mendeskripsikan Ragam Karya Sastra Indonesia dan Memaparkan Pengarang
Penting pada Setiap Periode (Puisi, Prosa, Drama)
Ragam karya sastra
Indonesia menurut bentuknya terdiri atas puisi, prosa, prosa liris, dan drama. Masing-masing ragam karya sastra Indonesia dari
setiap periode itu mengalami perkembangan sehingga menimbulkan ciri khas.
Beberapa orang
penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi sastra) sejarah sastra Indonesia. Salah satunya
adalah H.B. Jassin. Periodisasi sastra yang
dikemukakan H.B.Jassin adalah Sastra Melayu
dan Sastra Indonesia Modern.
1. P E R I O D E S
A S T R A M E L A Y U
a. P R O S A D
A N P U I S I
Sastra Melayu
muncul sejak bahasa Melayu itu sendiri muncul pertama kali. Bahasa Melayu
berasal dari daerah Riau dan Malaka, berkembang dan menyebar ke seluruh pelosok
nusantara dibawa oleh pedagang. Pada ragam karya sastra puisi, Sastra Melayu
yang pertama berbentuk mantera, pantun,
syair. Kemudian, bermunculan pantun kilat (karmina), seloka, talibun, dan
gurindam. Sedangkan pada ragam karya sastra prosa, Sastra Melayu yang pertama
berbentuk cerita-cerita pelipur lara, dandongeng-dongeng. Dongeng meliputi legenda,
sage, fabel, parabel, mite, dan cerita jenaka atau orang-orang
malang/pandir.Bahkan, ragam karya sastra melayu ada yang berbentuk hikayat,
tambo, cerita berbingkai, dan wiracarita (cerita panji). Pada cerita dongeng sering isinya mengenai cerita kerajaan
(istanasentris) dan fantastis. Kadang-kadang cerita tersebut di luar jangkuan
akal manusia (pralogis).
Sebelum masyarakat Melayu
mengenal tulisan, karya-karya sastra tersebut disampaikan secara lisan kurang
lebih tahun 1500. Penyebarannya hanya dari mulut ke mulut dan bersifat statis. Namun, setelah masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya
tersebut mulai dituliskan oleh para ahli sastra masa itu tanpa menyebut
pengarangnya dan tanggal penulisannya (anonim).
Sastra Melayu sangat
dipengaruhi oleh sastra Islam sehingga banyak terdapat kata-kata yang sukar karena jarang didengar. Alat penyampainya
adalah bahasa Arab-Melayu dengan huruf Arab gundul sehingga sering menimbulkan
bahasa yang klise. Di sisi lain, karya-karya sastra yang dihasilkan selalu berisikan
hal-hal yang bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat-istiadat, dan
ajaran-ajaran agama. Cara penulisannya pun terkungkung kuat oleh aturan-aturan
klasik, terutama puisi. Aturan-aturan itu meliputi masalah irama, ritme,
persajakan atau rima yang teratur.
Perhatikan contoh kutipan
cerita karya sastra Melayu di bawah ini:
(1). Tatkala pada
zaman Raja Iskandar Zulkarnain, anak Raja Darab, Rum bangsanya,Makaduniah nama
negerinya. Berjalan hendak melihat matahari terbit, maka baginda sampai pada sarhad negeri Hindi. Maka ada seorang raja
terlalu amat besar kerajaannya. Setengah negeri Hindi dalam
tangannya, Raja Kidi Hindi namanya.
Kutipan cerita
tersebut merupakan ragam karya sastra Melayu bidang prosa, khususnya bentuk hikayat.
(2). Sungguh elok
asam belimbing
Tumbuh dekat limau
lungga
Sungguh elok
berbibir sumbing
Walaupun marah
tertawa juga
Pohon padi daunnya
tipis
Pohon nangka
berbiji lonjong
Kalau Budi suka
menangis
Kalau tertawa
giginya ompong
Kutipan di atas
termasuk salah satu contoh ragam karya sastra Melayu
bidang puisi, khususnya bentuk pantun anak-anak jenaka.
b. D R A M A
Drama di tanah air
sudah hidup sejah zaman Melayu. Bahasa yang digunakanmasyarakat Melayu pada
waktu itu adalah bahasa Melayu Pasar (bahasa MelayuRendah). Rombongan drama
yang terkenal pada masa ini adalah Komedie Stamboel.Komedie Stamboel ini
didirikan oleh August Mahieu, Yap Goan Tay, dan Cassim.Kemudian, Komedie
ini pecah menjadi Komedie Opera Stamboel, Opera PermataStamboel, Wilhelmina,
Sianr Bintang Hindia.
Naskah drama yang
pertama kali ditulis berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. Lakon drama ini ditulis oleh F. Wiggers tahun 1901.
2. P E R I O D E S A S T R A I N D O N E S I A M O D E R N
Sastra Indonesia
modern adalah sastra yang berkembang setelah pertemuan dengan kebudayaan Eropa dan mendapat pengaruh darinya.
Sastra Indonesia Modern terbagi atas:
a. A N G K A T A N 20 ( B A L A I P U S
T A K A )
Angkatan 20 disebut juga
angkatan Balai Pustaka. Balai Pustaka merupakan
nama badan yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908. Badan tersebutsebagai penjelmaan dari Commissie
voor De Volkslectuur atau Komisi BacaanRakyat.Commissie
voor De Volkslectuur dibentuk pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-bahan
bacaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu.
Untuk memperoleh bacaan
rakyat, komisi menempuh beberapa cara, yaitu:
(1). Mengumpulkan dan
membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongengyang tersebar di kalangan
rakyat. Naskah ini diterbitkan sesudah diubah ataudisempurnakan.
(2). Menterjemahkan atau
menyadur hasil sastra Eropa.
(3). Menerima karangan pengarang-pengarang muda yang isinya sesuai
dengankeadaan hidup sekitarnya.
Naskah-naskah tersebut menggunakan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa
daerahlainnya, serta berupa bacaan anak-anak, bacaan orang dewasa sebagai
penghibur dan penambah pengetahuan. Pada tahun 1917 Komisi Bacaan Rakyat
barubah namanya menjadi Balai Pustaka.
Balai Pustaka menyelenggarakan penerbitan buku-buku dan mengadakan taman-taman perpustakaan, dan menerbitkan majalah.. Penerbitan
majalah dilakukan satu atau dua minggu sekali. Adapun
majalah-majalah yang diterbitkan yaitu:
(1). Sari Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1919)
(2). Panji Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1923)
(3). Kejawen (dalam Bahasa Jawa)
(4). Parahiangan (dalam Bahasa Sunda)
Ketiga majalah yang terakhir itu terbit sampai pemerintah Hindia Belanda runtuh.
Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan
drama. Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan
adat-istiadat, kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam buku-buku
sastra yang terbit pada masa itu.
Lahirnya angkatan 20 (Balai
Pustaka) mempengaruhi beberapa ragam karya
sastra, diantaranya:
(1). P R O S A
(a). R O M A N
Pada ragam karya
sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan
Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. RomanAzab
dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi roman Azab
dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal
yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang
dimintakan perhatian kepada golongan orang tua
tentangakibat kawin paksa dan masalah adat.
Adapun isi ringkasan roman Azab dan Sengsara sebagai berikut:
Cinta yang tak sampai antara
kedua anak muda (Aminuddin dan Mariamin), karena rintangan orang tua. Mereka saling mencintai sejak di
bangku sekolah, tetapi akhirnya masing-masing
harus kawin dengan orang yang bukan pilihannya sendiri. Pihak pemuda (Aminuddin) terpaksa menerima gadis pilihan
orang tuanya, yang akibatnya tak ada kebahagian
dalam hidupnya. Pihak gadis (Mariamin) terpaksa kawin
dengan orang yang tak dicintai, yang berakhir dengan penceraian dan Mariamin mati muda karena merana.
Genre roman mencapai puncak
yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti
Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Pengarang tidak hanya mempersoalkan masalah yang nyata saja, tapi mengemukakan
manusia-manusia yang hidup. Pada roman Siti
Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan,
adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita
dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal
ada uang segala maksud tentu tercapai. Persoalan-persoalan
itulah yang ada di masyarakat.
Sesudah itu, tambah
membanjirlah buku-buku atau berpuluh-puluh pengarang yang pada umumnya menghasilkan roman yang temanya
mengarah- arah Siti Nurbaya. Golongan sastrawan itulah
yang dikenal sebagai Generasi Balai Pustaka atau Angkatan 20.
Genre prosa hasil Angkatan 20
ini mula-mula sebagian besar berupa roman.
Kemudian, muncul pula cerpen dan drama.
(b). C E R P E N
Sebagian besar
cerpen Angkatan 20 muncul sesudah tahun 1930, ketika motif kawin paksa dan masalah adat sudah tidak demikan hangat
lagi, serta dalam pertentangan antara golongan
tua dan golongan muda praktis golongan muda menang.
Bahan cerita diambil dari
kehidupan sehari-hari secara ringan karena bacaan hiburan.Cerita-cerita pendek itu mencerminkan kehidupan masyarakat dengan suka dukanya yang bersifat humor dan sering berupa kritik.
Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam majalah sepertiPanji Pustaka dan Pedoman
Masyarakat, kemudian banyak yang dikumpulkan menjadi kitab.
Misalnya:
(1).Teman
Duduk karya Muhammad kasim
(2).Kawan
bergelut karya Suman H.S.
(3).Di
Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka
(4).Taman
Penghibur Hati karya Saadah Aim
Dengan demikian, ciri-ciri
angkatan 20 pada ragam karya sastra prosa:
(1). Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.
(2). Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.
(3). Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.
(4). Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa
tidakterpelihara kebakuannya.
(5). Adanya analisis jiwa.
(6). Adanya kontra pertentangan antara kebangsawanan pikiran dengankebangsawanan
daerah.
(7). Kontra antarpandangan hidup baru dengan kebangsawanan daerah.
(8). Cerita bermain
pada zamannya.
(9). Pada umumnya, roman angkatan 20 mengambil bahan cerita dari Minangkabau, sebab pengarang banyak berasal dari daerah sana.
(10). Kalimat-kalimatnya panjang-panjang dan masih banyak
menggunakanperbandingan-perbandingan, pepatah, dan ungkapan-ungkapan klise.
(11). Corak lukisannya adalah
romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang diperjungkan secara berlebih-lebihan.
(2). D R A M A
Pada masa angkatan
20 mulai terdapat drama, seperti:
Bebasari karya Rustam Efendi. Bebasari merupakan drama bersajak yang diterbitkan pada tahun 1920. Di samping itu, Bebasari merupakan
drama satire tentang tidak enaknya dijajah Belanda.
Pembalasannya karya Saadah Alim merupakan drama pembelaan terhadap adat dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan.
Gadis Modern karya Adlim Afandi merupakan drama koreksi terhadap ekses- ekses pendidikan modern dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan,
tetapi penulis tetap membela kawin atas dasar
cinta.
Ken arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin merupakan drama saduran
dariPararaton.
Menantikan Surat dari Raja karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari karangan Rabindranath Tagore.
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata karya Moh. Yamin.
(3). P U I S I
Sebagian besar
angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama (syair dan pantun), tetapi golongan muda
sudah tidak menyukai lagi. Golongan muda lebih menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan nyanyian sukma dan
jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah PBI, majalah Jong
Soematra.
Perintis puisi baru pada masa
angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin. Beliau dipandang sebagai penyair
Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan pembaharuan puisi Indonesia. Pembaharuannya dapat dilihat dalam
kumpulan puisinya Tanah Air pada tahun 1922.
Perhatikan kutipan puisi di
bawah ini:
Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandang beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan
ngarai,
Lagi pula sawah, telaga nan
permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.
Dibandingkan dengan puisi
lama, puisi tersebut sudah merupakan revolusi:
(1). Dari segi isi, puisi itu
merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia.
(2). Dari segi bentuk, jumlah
barisnya sudah tidak empat, seperti syair dan pantun,dan persajakkannya (rima)
tidak sama.
Pengarang berikutnya pada masa
angkatan 20 di bidang puisi adalah RustamEffendi.Rustam Effendi dipandang
sebagai tokoh peralihan.Rustam Effendi bersama
Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut soneta sehingga beliau dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia. Kumpulan
sajak yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924
adalah Percikan Permenungan.
Perhatikan contoh kutipan
sajaknya:
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Bukan beta bijak berperi,
pandai menggubah madahan
syair,
Buka beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair,
Sarat-saraf saya mungkiri,
Untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
Perubahan yang dibawa oleh
Rustam Effendi melalui Percikan Permenungan (Bukan Beta Bijak Berperi) yaitu:
(1). Dilihat bentuknya seperti
pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak
itu disebut pantun modern.
(2). Lebih banyak menggunakan
sajak aliterasi, asonansi, dan sajak dalam sehingga beliau dipandang sebagai pelopor penggunaan sajak
asonansi dan aliterasi.
Penyair berikutnya adalah Sanusi Pane. Beliau menciptakan 3 buah kumpulan sajak, yaitu:
(1). Pancaran Cinta (seberkas
prosa lirik, 1926)
(2). Puspa Mega (1927)
(3). Madah Kelana (1931)
Sajak yang pertama kali dibuat adalah Tanah Airku (1921), dimuat dalam
majalahsekolah Yong Sumatra.
Dengan demikian, ciri-ciri
puisi pada periode angkatan 20, yaitu:
(1). Masih banyak berbentuk
syair dan pantun.
(2). Puisi bersifat dikdaktis.
b. A N G K A T A N 33 (
P U J A N G G A B A R U )
Nama angkatan
Pujangga Baru diambil dari sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933. Majalah itu bernama Pujangga Baroe.
Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh Sutan Takdir
Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn
Pane. Keempat tokoh tersebutlah sebagai pelopor Pujangga Baru.
Angkatan Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh. Angkatan ini berlangsung mulai 1933 – 1942 (Masa penjajahan Jepang).
Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini
mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak
terikat dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan masyarakat. Di samping itu, kebudayaan yang dianut
masyarakat adalah kebudayaan dinamis. Kebudayaan tersebut
merupakan gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaan
timur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal.
Genre prosa Angkatan 33
(Pujangga Baru) berupa:
(a). R O M A N
Roman pada
angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual, pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri,
pelaku-pelaku hidup/ bergerak, pembaca seolah-olah diseret
ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan
pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.
Isi roman angkatan ini tentang
segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu,
seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat,
agama, kebudayaan.Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.
Contoh roman pada angkatan
ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) danLayar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana. Di samping itu, ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang
Raja (Nur Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak
Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan
Mestika (Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang
Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan
Minahasa (M.R.Dajoh, 1941).
(b). N O V E L / C E R P E N
Kalangan Pujangga
Baru (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen.
Beberapa pengarang tersebut,
antara lain:
(1). Armyn Pane dengan
cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.
Cerpen itu dikumpulkan dalam
kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara
Manusia (1953).
(2). Sutan Takdir Alisyahbana
dengan cerpennya Panji Pustaka.
(c). E S S A Y DAN K
R I T I K
Sesuai dengan
persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan,
pengaruh barat, soal-soal masyarakat umumnya.Semua itu
menuju keindonesiaan. Essayist yang paling produktif di kalangan
Pujangga Baru adalah STA.Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essaiMengapa Pengarang Modern Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essaiKesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan essai Sampai
di Mana KemajuanKita.
(d). D R A M A
Angkatan 33
menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkankebesaran dalam sejarah
Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk
menanam rasakebangsaan. Drama angkatan 33 ini mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjjahan tapi
bercita-cita hendak melahirkan yang baru.
Contoh:
Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)
Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)
Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)
Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)
Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)
Airlangga karya Moh. Yamin (1943)
(e). P U I S I
Isi puisi angkatan 33
ini lebih memancarkan peranan kebangsaan, cinta kepada tanah air, antikolonialis, dan kesadaran nasional. Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk bebas, ternyata
dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris tiap bait dan nama puisinya berdasarkan jumlah baris tiap baitnya, seperti distichon (2 seuntai), terzina
(3 seuntai), kwatryn (4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7
seuntai), oktav (8 seuntai). Bahkan, ada juga yang gemar dalam bentuk soneta. Hal
tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:
Puspa Mega karya Sanusi Pane
Madah Kelana karya Sanusi Pane
Tebaran Mega karya STA
Buah Rindu karya Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah
Percikan Pemenungan karya Rustam effendi
Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng
Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru dan Penyair Islam adalah Amir Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah
Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi
Timur.
Dengan demikian, ciri-ciri angkatan
33 ini yaitu:
(1). Tema utama adalah
persatuan.
(2). Beraliran Romantis
Idialis.
(3). Dipengaruhi angkatan 80
dari negeri Bewlanda.
(4). Genre sastra yang paling banya adalah roman, novel, esai, dan
sebagainya.
(5). Karya sastra yang paling menonjol adalah Layar Terkembang.
(6). Bentuk puisi dan prosa lebih
terikat oleh kaidah-kaidah.
(7). Isi bercorak idealisme
(8). Mementingkan penggunaan
bahasa yang indah-indah.
(3). A N G K A T A N 4 5
Angkatan 45
disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar atau angkatankemerdekaan. Pelopor
Angkatan 45 pada bidang puisi adalah Chairil Anwar,sedangkan pelopor Angkatan
45 pada bidang prosa adalah Idrus. Karya Idus
yangterkenal adalah Corat-Coret di Bawah Tanah
Karya-karya yang lahir pada
masa angkatan 45 ini sangat berbeda dari karya sastra masa sebelumnya. Ciri khas angkatan 45 ini yaitu
bebas, individualistis, universalistik, realistik,
futuristik.
Karya sastra pada masa angkatan 45 ini adalah Deru
Campur Debu (kumpulan puisi, 1949), Kerikil Tajam dan Yang
Terempas dan Yang Luput (kumpulan puisi, 1949), Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi, 1950). Ketiga karya tersebut diciptakan oleh Chairil Anwar. Di samping itu,
karya sastra angkatan 45 lain adalah Surat Kertas
hijau (kumpulan puisi) karya Sitor Sitomorang, Bunga Rumah Makan (drama) karya Utuy Tatang Sontani, Sedih dan Gembira (drama) karya Usmar Ismail,
Surat Singkat Tentang Essai (buku kumpulan Essai) karya Asrul Sani, Kesusasteraan Indonesia
Modern Dalam Kritik dan Essai (Kupasan kritik dan essai tentang sastra
Indonesia) karya H.B.Jassin, Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma (kumpulan
cerpen) karya Idrus, Atheis (roman) karya Achdiat Karta Miharja, Chairil anwar
pelopor Angkatan 45 (essai) karya H.B.Jassin, dan
sebagainya.
(4). A N G K A T A N 66
Nama angkatan 66
dikemukakan oleh H.B.Jassin. Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan politik bangsa Indonesia yang sedang kacau.
Kekacauan politik itu terjadi karena adanya teror PKI.
Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan bangsa Indonesia kacau dalam bidang kesenian dan kesusatraan. Akibatnya kelompok lekra di bawah PKI bersaing dengan kelompok
Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian,
dan pembangunan bangsa dan Pancasila.
Ciri-ciri Angkatan 66, yaitu
tema protes sosial dan politik, bercorak realisme,mementingkan isi, dan memperhatikan nilai estetis. Karya
sastra yang paling dominan pada angkatan 66 ini
adalah puisi yang berbau protes.
Beberapa karya sastra pada
masa angkatan 66 antara lain Tirani (kumpulan puisi) karya Taufik Ismail, Pahlawan Tak dikenal (kumpulan puisi) karya Toto sudarto Bachtiar, Balada
Orang-Orang Tercinta (Kumpulan puisi) karya W.S. Rendra, Malam Jahanam (drama) karya Motinggo Busye, Kapai-Kapai (drama) karya Arifin C.Noer, Perjalanan
Penganten (kisah) karya Ajip Rosidi, Seks sastra kita (Essai) karya Hartoyo Andang Jaya, Pagar Kawat berduri
(roman) karya Toha Mohtar, Pelabuhan
Hati(roman) karya Titis Basino, Pulang (novel) karya Toha Mochtar, Robohnya
Surau Kami (Cerpen) karya A.A. Navis, Merahnya
Merah, Koong, Ziarah (novel) karya Iwan simatupang, Burung-Burung
Manyar (novel) karya Y.B. Mangunwijaya,Harimau-Hariamau (novel ) karya Mochtar lubis, Hati Yang Damai,
Dua Dunia, Pada Sebuah Kapal, La Barka, Namaku Hiroko (novel) karya N.H. Dini.